Sekisah Pengalaman di Negeri Ginseng

Oleh : Ahmad Zammir Ribah (Sanlat BPUN Pati 2012)


Halo, perkenalkan saya Ahmad Zammir Ribah, bisa dipanggil Zammir, Sanlat/BPUN Mata Air Pati 2012. Tahun ini merupakan tahun terakhir saya kuliah di program studi Aeronotika dan Astronotika, Institut Teknologi Bandung.
Pada akhir Agustus lalu, saya berkesempatan mengikuti International Student Capstone Design Project 2016 dan International Student Multidisciplinary Design Camp: TRIZ Contest di Korea Selatan selama enam hari.
Cerita berawal pada Februari 2016 ketika saya mengikuti kompetisi International Student Capstone Design Project 2016. Kompetisi ini diikuti oleh berbagai mahasiswa dari multidisiplin ilmu dan multinegara dalam satu tim untuk bekerja sama mengerjakan suatu proyek pembuatan prototype produk teknologi sesuai tema yang telah ditentukan. Partisipan berasal dari lima negara, yaitu Indonesia yang diwakili oleh mahasiswa ITB, Singapura oleh mahasiswa NTU, Taiwan oleh mahasiswa Tunghai University, Malaysia oleh mahasiswa UKM, dan Korea Selatan oleh mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam Hub Invation Center for Engineering Education-CBNU.
Pertemuan awal dan pembagian tim dilakukan pada bulan Februari 2016 di Langkawi, Malaysia. Pada pertemuan awal ini, kami diminta untuk mengajukan sebuah ide untuk kemudian dipresentasikan ke pihak penyelenggara. Selanjutnya, ide ini akan diwujudkan menjadi sebuah produk prototype. Setelah pertemuan awal, semua partisipan pulang ke negara masing-masing dan melaksanakan pembuatan produk prototype dari ide yang telah dipresentasikan. Waktu pengerjaan prototype adalah delapan bulan dengan dua kali progress report melalui video teleconference. Setelah tenggat waktu pembuatan selesai, seluruh tim mengikuti presentasi final di Kota Incheon, Korea Selatan pada akhir Agustus 2016.
Saya tergabung dalam tim Global Team-03 yang terdiri dari 3 mahasiswa ITB dan 3 mahasiswa dari Jeju National University (JNU). Masing-masing anggota memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Saya berlatar prodi kedirgantaraan, dua teman saya dari ITB merupakan mahasiswa program studi Fisika Teknik dan Arsitektur. Lalu, tiga teman dari JNU berasal dari program studi Computer Engineering. Berdasarkan perbedaan latar belakang pendidikan tersebut, kompetisi ini menuntut masing-masing anggota agar saling berkolaborasi membentuk tim yang solid.
Berbagai tantangan harus kami hadapi selama mengikuti kompetisi ini, salah satunya masalah komunikasi. Berhubung tim kami beda negara maka komunikasi merupakan hal yang mutlak diperlukan agar masing-masing anggota selalu terhubung untuk berkoordinasi.
Kompetisi ini memberikan pengalaman bagi saya dalam membangun sebuah kerjasama yang tingkatannya lebih advance dari sekedar kerjasama kelompok yang biasa dilakukan di kampus. Berhubung saya dijadikan team leader, hal ini menjadi pekerjaan yang cukup berat karena saya menjadi penghubung masing-masing anggota untuk berkomunikasi.
Tenggat waktu delapan bulan untuk membuat prototype merupakan proses terberat dalam kompetisi ini, baik bagi satu tim maupun bagi masing-masing individu. Hal ini dikarenakan saya dan teman saya dari ITB sedang berada di tingkat akhir sehingga harus berbagi waktu juga untuk mengerjakan skripsi/tugas akhir. Pada masa inilah, saya merasa dilema. Di satu sisi, saya harus menyelesaikan tugas akhir, sedangkan di sisi yang lain saya adalah team leader yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengatur tim agar berhasil mengerjakan tugas kompetisi dengan baik. Berbagai keputusan berisiko saya ambil, sampai-sampai saya memutuskan untuk menunda kelulusan saya demi fokus ke kompetisi ini.
Selain itu, cobaan lain pun menghampiri ketika mengerjakan prototype. Produk yang kami buat mempunyai kerusakan di sub-sistem ketika melakukan proses trial & error, bahkan beberapa kali terjadi ledakan kecil. Komponen yang ada sebenarnya sudah rusak dan ketika mencari barang pengganti komponen tersebut sangat susah dicari dalam sehari. Apalagi komponen yang rusak itu harganya cukup mahal. Kami sempat diancam tidak diberangkatkan ke Korea Selatan untuk presentasi final sehingga pada hari terakhir sebelum keberangkatan kami pasrah dimarahi dosen-dosen pembimbing kami karena tidak memenuhi target penyelesaian produk. Saya sendiri sangat malu, mungkin teman satu tim saya yang lain juga. Lebih malu lagi karena kami satu-satunya tim yang produknya gagal bekerja.
Namun, takdir berkata lain. Kami satu tim akhirnya berangkat ke Korea Selatan. Mungkin bagi sebagian orang ini menyenangkan, tetapi saya sendiri masih merasa kurang percaya diri, sedih, dan malu. Rasa ini semakin memuncak ketika presentasi final sehingga produk kami dan tim kami berakhir dengan hasil yang sangat tidak memuaskan dibanding tim Indonesia yang lain.
Salah satu hal yang saya syukuri adalah saya berada di tim yang selalu saling support dan punya keinginan untuk bangkit walaupun seringkali terjadi konflik. Teman satu tim dari Korea selalu menghibur dan memberikan semangat kepada saya dan semua anggota tim sehingga kami tidak terlalu down dan minder.Kami bertekad pulang ke Indonesia tidak dengan “tangan kosong” karena masih ada tiga hari lagi di Korea dan masih ada satu lagi kompetisi yang belum diselesaikan. Oleh karena itu, kami berusaha proaktif dalam setiap ada kuliah umum di sana dan challenge yang diberikan.
Usai kompetisi yang pertama, ada satu lagi kompetisi yang kami ikuti, yaitu International Student Multidisciplinary Design Camp: TRIZ Contest. Kompetisi ini merupakan kompetisi yang memberikan tantangan kepada peserta untuk melakukan improvement design suatu produk teknologi yang sudah ada di pasar menggunakan metode TRIZ. Metode ini dikembangkanoleh orang Rusia yang sekarang banyak  digunakan oleh perusahaan teknologi di Korea, contohnya Samsung.
Jika pada kompetisi sebelumnya kami diberi waktu delapan bulan, maka untuk TRIZ contest ini diberikan waktu hanya satu hari. Kami diminta untuk membuat prototype design hasil improvement design dengan material yang sudah disediakan panitia. Kemudian, esok harinya presentasi hasil dari produk yang sudah jadi prototype-nya dan demonstrasi fungsi produk.
Alhamdulillah, akhirnya tim kami benar-benar tidak pulang dengan tangan kosong. Kami medapatkan Silver Prize untuk kompetisi ini. Tentunya kami bersyukur, setidaknya rasa malu dan minder kami pada kompetisi sebelumnya sedikit berkurang dengan adanya hasil ini.
Setelah TRIZ Contest selesai, semua partisipan akhirnya diberi kesempatan oleh penyelenggara untuk menjelajahi Seoul, ibukota Korea Selatan. Tentunya kami senang sekali karena selama di kompetisi ini kami berada di Incheon yang tidak terlalu ramai dan agak terpencil. Memanfaatkan  waktu yang masih tersisa, kami mengunjungi berbagai landmark Kota Seoul yang terkenal seperti Gyeongbokgung Palace, Bukchon Hanok Village, Myeong-Dong Street, dan sebagainya.

Saya bersyukur mendapat kesempatan untuk mengikuti kompetisi yang besar ini di tahun terakhir saya di ITB. Walaupun risikonya membuat saya jadi mundur lulusnya, tetapi pengalaman dan motivasi yang saya dapatkan sangat luar biasa. Pengalaman luar biasa ketika bisa berjuang bersama dalam satu tim dari berbagai disiplin ilmu dan multi negara yang berisi mahasiswa berprestasi di tiap jurusan mereka, membuat saya juga termotivasi untuk selalu mengejar prestasi. Selain itu juga pengalaman dimarah-marahi dosen sampai diancam, dan tentunya pengalaman dalam mengambil keputusan yang sulit. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya.
Harapan saya, melalui cerita ini, teman-teman dapat termotivasi untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah sehingga selalu bersemangat dalam berkarya dan berprestasi. (A Zammir R/Vonny L.S)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel