Sekisah Pengalaman di Negeri Ginseng
Sunday 20 November 2016
Edit
Oleh : Ahmad Zammir Ribah (Sanlat BPUN Pati 2012)
Halo,
perkenalkan saya Ahmad Zammir Ribah, bisa dipanggil Zammir, Sanlat/BPUN
Mata Air Pati 2012. Tahun ini merupakan tahun terakhir saya kuliah di program
studi Aeronotika dan Astronotika, Institut Teknologi Bandung.
Pada
akhir Agustus lalu, saya berkesempatan mengikuti International Student Capstone Design Project 2016 dan International Student Multidisciplinary
Design Camp: TRIZ Contest di Korea Selatan selama enam hari.
Cerita
berawal pada Februari 2016 ketika saya mengikuti kompetisi International Student Capstone Design Project 2016. Kompetisi ini
diikuti oleh berbagai mahasiswa dari multidisiplin ilmu dan multinegara dalam
satu tim untuk bekerja sama mengerjakan suatu proyek pembuatan prototype produk teknologi sesuai tema
yang telah ditentukan. Partisipan berasal dari lima negara, yaitu Indonesia yang
diwakili oleh mahasiswa ITB, Singapura oleh mahasiswa NTU, Taiwan oleh mahasiswa
Tunghai University, Malaysia oleh mahasiswa UKM, dan Korea Selatan oleh mahasiswa
dari berbagai universitas yang tergabung dalam Hub Invation Center for Engineering Education-CBNU.
Pertemuan
awal dan pembagian tim dilakukan pada bulan Februari 2016 di Langkawi,
Malaysia. Pada pertemuan awal ini, kami diminta untuk mengajukan sebuah ide untuk
kemudian dipresentasikan ke pihak penyelenggara. Selanjutnya, ide ini akan
diwujudkan menjadi sebuah produk prototype.
Setelah pertemuan awal, semua partisipan pulang ke negara masing-masing dan
melaksanakan pembuatan produk prototype
dari ide yang telah dipresentasikan. Waktu pengerjaan prototype adalah delapan bulan dengan dua kali progress report melalui video
teleconference. Setelah tenggat waktu pembuatan selesai, seluruh tim
mengikuti presentasi final di Kota Incheon, Korea Selatan pada akhir Agustus
2016.
Saya
tergabung dalam tim Global Team-03 yang terdiri dari 3 mahasiswa ITB dan 3
mahasiswa dari Jeju National University (JNU). Masing-masing anggota memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda. Saya berlatar prodi kedirgantaraan, dua teman
saya dari ITB merupakan mahasiswa program studi Fisika Teknik dan Arsitektur.
Lalu, tiga teman dari JNU berasal dari program studi Computer Engineering. Berdasarkan perbedaan latar belakang
pendidikan tersebut, kompetisi ini menuntut masing-masing anggota agar saling
berkolaborasi membentuk tim yang solid.
Berbagai
tantangan harus kami hadapi selama mengikuti kompetisi ini, salah satunya
masalah komunikasi. Berhubung tim kami beda negara maka komunikasi merupakan
hal yang mutlak diperlukan agar masing-masing anggota selalu terhubung untuk berkoordinasi.
Kompetisi
ini memberikan pengalaman bagi saya dalam membangun sebuah kerjasama yang
tingkatannya lebih advance dari
sekedar kerjasama kelompok yang biasa dilakukan di kampus. Berhubung saya
dijadikan team leader, hal ini
menjadi pekerjaan yang cukup berat karena saya menjadi penghubung masing-masing
anggota untuk berkomunikasi.
Tenggat
waktu delapan bulan untuk membuat prototype
merupakan proses terberat dalam kompetisi ini, baik bagi satu tim maupun bagi
masing-masing individu. Hal ini dikarenakan saya dan teman saya dari ITB sedang
berada di tingkat akhir sehingga harus berbagi waktu juga untuk mengerjakan
skripsi/tugas akhir. Pada masa inilah, saya merasa dilema. Di satu sisi, saya
harus menyelesaikan tugas akhir, sedangkan di sisi yang lain saya adalah team leader yang bertanggung jawab untuk
memimpin dan mengatur tim agar berhasil mengerjakan tugas kompetisi dengan
baik. Berbagai keputusan berisiko saya ambil, sampai-sampai saya memutuskan
untuk menunda kelulusan saya demi fokus ke kompetisi ini.
Selain
itu, cobaan lain pun menghampiri ketika mengerjakan prototype. Produk yang kami buat mempunyai kerusakan di sub-sistem ketika
melakukan proses trial & error, bahkan
beberapa kali terjadi ledakan kecil. Komponen yang ada sebenarnya sudah rusak
dan ketika mencari barang pengganti komponen tersebut sangat susah dicari dalam
sehari. Apalagi komponen yang rusak itu harganya cukup mahal. Kami sempat
diancam tidak diberangkatkan ke Korea Selatan untuk presentasi final sehingga
pada hari terakhir sebelum keberangkatan kami pasrah dimarahi dosen-dosen
pembimbing kami karena tidak memenuhi target penyelesaian produk. Saya sendiri
sangat malu, mungkin teman satu tim saya yang lain juga. Lebih malu lagi karena
kami satu-satunya tim yang produknya gagal bekerja.
Namun,
takdir berkata lain. Kami satu tim akhirnya berangkat ke Korea Selatan. Mungkin
bagi sebagian orang ini menyenangkan, tetapi saya sendiri masih merasa kurang
percaya diri, sedih, dan malu. Rasa ini semakin memuncak ketika presentasi
final sehingga produk kami dan tim kami berakhir dengan hasil yang sangat tidak
memuaskan dibanding tim Indonesia yang lain.
Salah
satu hal yang saya syukuri adalah saya berada di tim yang selalu saling support dan punya keinginan untuk
bangkit walaupun seringkali terjadi konflik. Teman satu tim dari Korea selalu
menghibur dan memberikan semangat kepada saya dan semua anggota tim sehingga
kami tidak terlalu down dan minder.Kami
bertekad pulang ke Indonesia tidak dengan “tangan kosong” karena masih ada tiga
hari lagi di Korea dan masih ada satu lagi kompetisi yang belum diselesaikan. Oleh
karena itu, kami berusaha proaktif dalam setiap ada kuliah umum di sana dan challenge yang diberikan.
Usai
kompetisi yang pertama, ada satu lagi kompetisi yang kami ikuti, yaitu International Student Multidisciplinary
Design Camp: TRIZ Contest. Kompetisi ini merupakan kompetisi yang
memberikan tantangan kepada peserta untuk melakukan improvement design suatu produk teknologi yang sudah ada di pasar
menggunakan metode TRIZ. Metode ini dikembangkanoleh orang Rusia yang sekarang
banyak digunakan oleh perusahaan teknologi
di Korea, contohnya Samsung.
Jika
pada kompetisi sebelumnya kami diberi waktu delapan bulan, maka untuk TRIZ
contest ini diberikan waktu hanya satu hari. Kami diminta untuk membuat prototype design hasil improvement
design dengan material yang sudah disediakan panitia. Kemudian, esok
harinya presentasi hasil dari produk yang sudah jadi prototype-nya dan demonstrasi fungsi produk.
Alhamdulillah,
akhirnya tim kami benar-benar tidak pulang dengan tangan kosong. Kami
medapatkan Silver Prize untuk
kompetisi ini. Tentunya kami bersyukur, setidaknya rasa malu dan minder kami
pada kompetisi sebelumnya sedikit berkurang dengan adanya hasil ini.
Setelah
TRIZ Contest selesai, semua partisipan akhirnya diberi kesempatan oleh
penyelenggara untuk menjelajahi Seoul, ibukota Korea Selatan. Tentunya kami
senang sekali karena selama di kompetisi ini kami berada di Incheon yang tidak
terlalu ramai dan agak terpencil. Memanfaatkan waktu yang masih tersisa, kami mengunjungi
berbagai landmark Kota Seoul yang
terkenal seperti Gyeongbokgung Palace,
Bukchon Hanok Village, Myeong-Dong Street, dan sebagainya.
Saya
bersyukur mendapat kesempatan untuk mengikuti kompetisi yang besar ini di tahun
terakhir saya di ITB. Walaupun risikonya membuat saya jadi mundur lulusnya,
tetapi pengalaman dan motivasi yang saya dapatkan sangat luar biasa. Pengalaman
luar biasa ketika bisa berjuang bersama dalam satu tim dari berbagai disiplin
ilmu dan multi negara yang berisi mahasiswa berprestasi di tiap jurusan mereka,
membuat saya juga termotivasi untuk selalu mengejar prestasi. Selain itu juga
pengalaman dimarah-marahi dosen sampai diancam, dan tentunya pengalaman dalam
mengambil keputusan yang sulit. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga
bagi saya.
Harapan
saya, melalui cerita ini, teman-teman dapat termotivasi untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah sehingga selalu bersemangat dalam berkarya dan berprestasi. (A Zammir R/Vonny L.S)